JAKARTA – Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga. Kewajiban ibadah tersebut menjadi salah satu unsur pokok tegaknya syariat Islam. Lalu bagaimanakah asal usul dan sejarah kewajiban zakat bagi Muslim?
Zakat adalah ibadah maliyyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan menentukan, baik dilihat dari ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.
Hal tersebut telah terbukti bahwa dalam sejarah perkembangan Islam, zakat menjadi sumber penerimaan Negara dan berperan sangat penting sebagai syiar agama Islam, pengembangan pendidikan, budaya, ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan sosial.
Apa itu Zakat?
Dalam Lisân al-‘Arab secara bahasa zakat berarti suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Sedangkan merujuk pada istilah yang termaktub dalam kitab Fathul Qarib. zakat nama bagi suatu harta tertentu menurut cara-cara yang tertentu kemudian diberikan kepada sekelompok orang yang tertentu pula. (Lihat Lisân al-‘Arab, jilid 2, h. 35 dan Fathul Qarib, h 158)
Berdasarkan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzh al-Qur’ân al-Karîm karya Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqî, zakat dalam Alquran disebut sebanyak 32 kali, 28 di antaranya selalu diiringi dengan kata sholat. Sedangkan lima ayat lainnya hanya mencantumkan kata zakat saja.
Awal mula perintah zakat
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejarawan Islam terkait waktu pensyariatan zakat. Ada yang mengatakan pada tahun kedua Hijriah yang berarti satu tahun sebelum pensyariatan puasa.
Tetapi ada juga yang berpendapat zakat disyariatkan pada tahun ketiga Hijriyah yaitu satu tahun setelah pensyariatan puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah.
Pendapat lain datang dari kalangan para pakar hadits bahwa kewajiban zakat turun pada Syawal tahun kedua Hijriyah yaitu perintah zakat mal.
Sedangkan zakat fitri diwajibkan dua hari sebelum hari raya Idul Fitri setelah diwajibkannya puasa Ramadhan. (Lihat Hasyiyah al-Jamal ala al-Minhaj, h 96)
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, yang jelas Nabi Muhammad SAW menerima perintah zakat setelah beliau hijrah ke Madinah.
Pada waktu Nabi Muhammad SAW masih di Makkah hingga tahun pertama hijrah, kewajiban yang menyangkut harta kekayaan umat Islam adalah sedekah. Ibadah ini belum ditentukan batasannya atau pun kepada siapa harta itu diberikan.
Dapat dikatakan bahwa zakat saat periode Nabi di Makkah, tidak ditentukan besarannya. Akan tetapi diserahkan saja pada keimanan, kemurahan hati, dan rasa tanggung jawab berbagi.
Lantas setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah, muncullah pensyariatan zakat secara terperinci.
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, perintah untuk menunaikan zakat banyak terdapat dalam nash Alquran dan hadits. Salah satu dalil yang menyatakan hal tersebut tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 110 berikut:
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ ۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.”
Banyaknya dalil berkenaan dengan perintah menunaikan zakat bahkan dengan menggunakan kata perintah (fi’il ‘amr), hal ini menunjukkan petunjuk dalil yang bersifat qath’i.
Hukum menunaikan zakat adalah wajib bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat tertentu. Zakat termasuk kategori ibadah yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Alquran dan hadits, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang turut membantu perkembangan perekonomian umat. (Isyatami Aulia, ed: Nashih).
sumber : https://mui.or.id/bimbingan-syariah/52427/kapan-zakat-diwajibkan-dan-mengapa-disyariatkan-allah-swt/